a a a a a a a
logo
BANNER Banner Header Home

LIFE INSPIRATION

Warung Mbok Mijah

Warung Mbok Mijah
Suatu hari di sebuah warung sederhana di Kepatihan Wetan, Solo, aku mengamati dialog di dalamnya. “Gratis, Mbok??”, si Parjo bertanya heran.

“Ya, kenapa? Makan aja apa yang kamu suka.”

“Wah … terima kasih, Mbok … terima kasih …”

Si Mbok tersenyum riang ketika memperhatikan Parjo, langganannya yang biasa berhutang di warungnya sekarang menyantap makanan dengan lahapnya.

Mungkin kali ini pria itu dapat menikmati makanannya dengan tanpa beban. Keringat meleleh di keningnya.

“Jo…”

“Ya, Mbok, ada apa…? Apa ini hanya guyonan saja Mbok?” Parjo melongo ke arah Mbok dengan bingung dan mulut yang masih terisi nasi. Tapi si Mbok tetap tersenyum. “Ini catatan bon kamu ya?” tanya si Mbok dengan tersenyum.

“Ya, Mbok. Tapi aku ndak ada duit sekarang.”

“Ya, aku tahu. Kamu memang selalu ndak ada uang akhir-akhir ini. Ya sudah, bon kamu aku hapus…” jawab si Mbok dengan senyum.

“Hapus???” teriak Parjo dengan bengong. “Wah, lelucon apa lagi ini Mbok. Jangan bikin aku jantungan Mbok. Gratis saja aku sudah bingung… lah sekarang bonku malah dihapus, lagi!!”

“Ya … kamu ndak perlu jantungan. Terima aja. Aku senang kok.” jawab si Mbok.

Hari itu ada hampir 40 orang yang datang makan di warung Mbok Mijah. Mereka semua adalah supir angkot, tukang becak, pemulung, pedagang asongan, pengamen jalanan, dan tukang minta-minta yang biasa nongkrong di sudut jalan. Semua menikmati makanan dengan gratis. Bahkan sebagian dari mereka yang punya catatan hutang dinyatakan dihapus oleh si Mbok. Kebahagiaan jelas sekali terpancar di wajah si Mbok. Pemandangan tersebut aku saksikan sendiri sambil asyik menikmati es teh manis. Mereka yang datang seakan tidak memperdulikanku.

Tapi tidak ada satupun ekspresi wajah dari mereka yang luput dari perhatianku. Hari itu memang aku sengaja datang ke warung si Mbok yang jadi langgananku ketika aku mahasiswa dulu. Si Mbok hampir tidak percaya ketika aku datang.

“Maksud mas?” tanya si Mbok dengan sedikit terkejut.

“Ya, Mbok. Aku ingin tahu berapa jumlah penjualan si Mbok bila seluruh makanan habis terjual.”, tanyaku tanpa memperdulikan keterkejutannya.

“400 ribu rupiah, Den. Tapi tidak semua si Mbok terima karena sebagian dihutangin.”

“Baik, berapa jumlah catatan hutang dari semua pelanggan si Mbok?” tanyaku lagi.

“Ada Rp. 700 ribu.”, jawabnya lagi tapi masih bingung.

“Oke, Mbok. Nah ini saya beri uang Rp. 1.500.000.” kataku sambil memberikan uang itu kepadanya.

“Oh, untuk apa ini, Den…?” Sekarang, benar-benar bingung si Mbok.

“Aku hanya ingin memberikan uang ini kepada si Mbok. Karena dalam keadaan sulit, si Mbok masih bisa berbuat baik sama orang. Si Mbok bisa ngutangin orang yang butuh makan walau si Mbok sendiri tidak tahu kapan orang itu akan membayar.” Sambil memperhatikan wajahnya yang berseri dalam kebingungan, kupegang tangannya dan menyerahkan uang itu.

“Nah, apa yang akan si Mbok lakukan dengan uang ini?” sambungku.

“Si Mbok hanya ingin memberi kesempatan semua pelanggan makan gratis hari ini. Menghapus semua hutang mereka.” jawabnya.

“Mengapa??” sekarang gantian aku yang bingung.

“Si Mbok orang miskin, si Mbok pengen bersedekah tapi ndak pernah bisa. Wong hidup juga begini.” katanya. Aku termenung, walau si Mbok sedikit yang ia punya, itulah yang dia bagi … dan dia bahagia karena itu …

# Berbagi tidak harus menunggu kaya…
COMMENTS

Relatest News

7 Tips Meningkatkan Karir

7 Tips Meningkatkan Karir

Atomic Habits

Atomic Habits

Satu Jam

Satu Jam