Seorang pejabat Tiongkok beserta beberapa kolega, ketika bermain di sebuah kota melihat pedagang kuliner disana menyajikan proses penyembelihan trenggiling hidup sampai memanggangnya. Mereka tertarik dan ingin menyaksikan sendiri seluruh proses penyajian hidangan lezat itu.
Konon trenggiling setelah tertangkap karena ketakutan atau defensif, secara naluri & otomatis tubuhnya akan menggulung sendiri dengan sangat erat seperti sebuah lingkaran atau bola.
Umumnya proses penjualan trenggiling sebagai berikut: Setelah dipilih pembeli, penjual sekuat tenaga akan menarik lurus trenggiling yang meringkut itu, selanjutnya dada dan perut dibelah, organ dalam dikeluarkan kemudian dicuci bersih, dijepit dengan jepitan besi dan dipanggang di atas bara api sampai semua sisik tebal di tubuhnya rontok. Ada seorang pemuda penjual memilih trenggiling berbadan gemuk dan dengan ketrampilannya siap menarik lurus trenggiling yang dipegangnya itu. Namun walau sudah sekuat tenaga ia masih tidak mampu menarik lurus trenggiling itu. Trenggiling adalah binatang pemakan serangga, terutama semut dan rayap. Orang-orang yang menyaksikan merasa heran, penjual muda itu juga kehilangan muka, maka dibantinglah trenggiling malang itu ke lantai dengan keras, sambil menjelaskan trenggiling akan membuka diri jika kesakitan.
Tidak disangka bantingan berkali-kali itu malah membuat trenggiling meringkuk lebih erat.
Dari mata sipit trenggiling yang semula terlihat ketakutan telah tertutup dengan rapat. Dari moncongnya yang runcing mengalir darah segar, akan tetapi tubuhnya tidak nampak menjadi lurus. Malah terkesan semakin melingkar dengan erat. Rombongan tidak tega menyaksikan kondisi trenggiling itu dan melambaikan tangan memberi memberi isyarat tidak ingin diteruskan lagi. Pemuda penjual masih belum puas, diambillah jepitan besi lalu menjepit trenggiling kemudian diletakkan di atas api panggangan. Sisiknya yang keras rontok dan bau terbakar menebar luas. Tetapi posisi trenggiling tetap tidak berubah. Pemuda penjual tidak berdaya lagi. Dia menggelengkan kepala sambil berkata trenggiling ini pasti bermasalah. Tidak layak di konsumsi sambil membuangnya ke lahan pasir yang terletak di belakangnya. Kemudian dipilihnya lagi dua ekor yang lain, kali ini proses pengolahan berjalan lancar dan tidak sampai 5 menit selesai.
Selanjutnya teman itu berkata, ketika temannya sedang membayar, tanpa disengaja dilihatnya trenggiling naas tadi yang dibuang di atas pasir perlahan-lahan meluruskan tubuhnya, kelopak matanya terbuka sedikit, disusul beberapa kedutan lalu menjadi lurus kaku dan tidak bernyawa lagi.
Seiring tubuhnya menjadi lurus, mereka dikejutkan oleh gerakan lembut dari perut trenggiling yang terkapar. Muncul seekor bayi trenggiling kecil yang tubuhnya transparan hanya sebesar tikus. Perlahan ia membuka mulut kecilnya, seakan memanggil induknya yang sudah tak bernyawa.
Pemandangan tersebut membuat semua orang terpana. Dalam sekejap, semua orang yang melihatnya merasakan terharu, kepala dan rambut seakan-akan membengkak, air mata bergulir dari kelopak.
Berat badan trenggiling itu tidak lebih dari 5 kg, Dan tubuhnya telah mengalami bantingan dan pembakaran. Tetapi sampai napas terakhirnya masih saja melindungi anaknya. Tubuh yang telah terpanggang setengah matang, sisik pun rontok semua, namun masih tetap berhasil melindungi keutuhan jiwa dan raga anaknya.
“Cinta Kasih” induk hewan begitu mengharukan… Kekuatan semangatnya telah jauh melampaui batas kehidupannya…
# Kasih Ibu merupakan sebuah harapan tanpa suara, walau tanpa kata-kata, namun sangat menggetarkan hati… Kasih Ibu tak terhingga sepanjang masa…