a a a a a a a
logo
BANNER Banner Header Home

LIFE INSPIRATION

Lee Kuan Yew : Bapak Bangsa Singapura

Lee Kuan Yew : Bapak Bangsa Singapura
Lee Kuan Yew, pria kelahiran Singapura,16 September 1923, dikenal sebagai arsitek sosial Singapura, yang membangun negara itu dari lingkungan yang kumuh dan orang-orang yang tidak punya aturan menjadi negara yang bersih, teratur dan maju. Selama masa kepemimpinannya sepanjang tiga dasawarsa, Singapura berkembang dari negara golongan Dunia Ketiga menjadi salah satu negara terkaya di dunia, meski hanya mempunyai sedikit penduduk dan miskin sumber daya alam. Lee kerap berkata bahwa satu-satunya sumber daya alam Singapura adalah rakyatnya dan tekad mereka dalam bekerja.

Lee dihormati oleh banyak rakyat Singapura, terutama generasi lansia yang mengingat karakter kepimimpinannya yang patriotik pada masa kemerdekaan dan pasca pemisahan dari Malaysia.

Meski berhasil mencapai berbagai prestasi gemilang—namun komentar pro dan kontra—selalu membayangi pemerintahan Lee Kuan Yew. Karakternya yang sangat tegas dan kadang keras, tercermin dalam penegakan hukum dan berbagai aturan. Lee sering disebut sebagai salah seorang diktator Asia yang anti demokrasi, HAM dan kebebasan berserikat. Tapi ia tidak goyah sedikit pun. Ia juga membatasi ruang gerak pers dan mengendalikan oposisi. Baginya, semua harus berorientasi pada kedisiplinan dan satu kepemimpinan yang diwadahi oleh nilai-nilai Confucius.

Dari semua kemampuan dan kehebatan Lee Kuan Yew yang mampu mengantar Singapura menjadi salah satu negara terkaya, ada begitu banyak pelajaran berharga yang perlu kita teladani. Terutama dalam beberapa hal berikut ini:

• Suatu kali Lee mengatakan, bahwa sebagai seorang pemimpin dirinya lebih suka ditakuti daripada disayangi oleh rakyatnya. Pengakuan ini merupakan ekspresi dari suatu pilihan sikap yang sangat krusial sekaligus tepat, dalam konteks negaranya pada saat itu. Bisa dibayangkan—akan seperti apa jadinya—seandainya ia sering terombang-ambing diantara keinginan untuk DISAYANGI atau DITAKUTI. Sudah tentu, laju perkembangan negaranya akan tersendat oleh karena banyaknya waktu yang terbuang untuk sekedar lobi dan pembangunan opini. Kearifan yang bisa kita tarik dari sini adalah, seorang pemimpin tak semestinya bimbang, selama ia meyakini tujuan akhir yang ingin dicapainya. Karena dari tujuan tersebut ia bisa menimbang, sikap mana yang paling mendukung tercapainya tujuan. Apakah partisipatif, otokratis, atau kombinasi keduanya.

• Kepemimpinan Lee sangat menginspirasi, pada saat ia melibatkan dua tangan sekaligus; yaitu tangan pemikir (thinker) dan tangan pelaku (doer). Mengingat di beberapa organisasi, terkadang seorang pemimpin terperangkap dalam sudut pandang yang sangat dikotomis. Yaitu, lebih menyukai para pelaku saja, sementara menganggap para pemikir hanya bisa berwacana, atau lebih condong ke para pemikir, dengan menganggap para pelaku sebagai robot pelaksana. Pandangan yang agak naif seperti itu, kurang menguntungkan bagi pemimpin sendiri, karena ibarat “kepala” dan “tangan,” tentu kedua-duanya sangat kita perlukan.

• Diatas itu semua, Lee Kuan Yew adalah seorang “arsitek sosial” yang piawai dalam membangun corak budaya, yang akan menjadi identitas masyarakat yang dipimpinnya. Sehingga dengannya, seluruh masyarakat yang berasal dari latar belakang etnis yang berbeda bisa “diikat” ke dalam satu persepsi dan cita-cita yang sama. Dan ini merupakan prasyarat yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin agar ia dapat menjalankan rencana-rencana berikutnya. Singkatnya, semua jalan yang relevan menuju tercapainya tujuan ia terapkan, terlepas orang akan suka atau hanya terpaksa. Mungkin kalau meminjam istilah Deng Xiaoping, “Tak peduli kucing hitam atau kucing putih, asalkan dia bisa menangkap tikus.” Sehingga dalam hal ini, “menangkap tikus” atau tercapainya tujuan lah yang menjadi pertimbangan utamanya, hitam atau putihnya pro dan kontra.
COMMENTS

Relatest News

Sir Bobby Charlton

Sir Bobby Charlton

Ego

Ego

Clint Eastwood

Clint Eastwood