Ir. Ciputra dikenal sebagai Begawan Properti Indonesia, karena kepeloporannya dalam industri properti di Indonesia. Pria kelahiran desa Bumbulan, Parigi, Sulawesi Utara, 24 Agustus 1931 ini telah menjadi icon unggulan yang bukan hanya memiliki reputasi tinggi di bisnis properti dalam negeri, tetapi juga di beberapa negara di dunia. Kesuksesan Ciputra dapat dicapai karena beberapa karakter unggul yang dimilikinya, yang dapat menjadi pembelajaran bagi kita yang ingin mengikuti jejak keberhasilannya.
Bagi Ir.Ciputra, visi adalah kemampuan untuk melihat dari sudut pandang yang berbeda. “Kita harus melihat lebih dalam, lebih luas dan lebih tinggi, melihat dengan imajinasi” ungkapnya mantap. Melalui kemampuannya “melihat” lebih jauh dari apa yang sekedar tampak di permukaan itulah, yang memungkinkan proyek-proyek yang ditanganinya selalu sukses dan sebagian besar dapat dikategorikan sebagai pelopor. Jika menggunakan definisi entrepreneurship yang dipopulerkan Ciputra yaitu kemampuan untuk mengubah kotoran/rongsokan menjadi emas.
Gaya Kepemimpinan dan Teamwork
Dengan kepemimpinannya, Ciputra telah membangun tiga grup perusahaan properti besar yang dikenal memiliki manajemen organisasi bercitra modern, yaitu Grup Jaya, Grup Metropolitan dan Grup Ciputra. Ciputra mematok standar yang tinggi bagi orang-orang yang bekerja dalam grup bisnisnya, sehingga ia dengan tegas dapat berkata bahwa biasanya orang terbaik sudah dengan sendirinya diberikan tanggung jawab yang besar, sedangkan mereka yang biasa-biasa saja dengan sendirinya pula mendapatkan posisi lain sesuai dengan kapasitasnya.
Selama menahkodai perusahaannya, Ciputra mengatakan bahwa dulu ia telah melalui tiga fase gaya kepemimpinan berdasarkan filosofi Ki Hajar Dewantoro. Pada usia muda ia memimpin dari depan, atau Ing Ngarso Sung Tulodo, berada di depan sebagai pelopor untuk memberi arahan, contoh dan teladan. Ciputra mengatakan bahwa seorang pemimpin yang hanya berpidato dan memberikan pengarahan saja bukanlah pemimpin yang efektif. Begitu ia melakukan lain dari yang ia ucapkan maka runtuhlah kepercayaan organisasi terhadapnya. Pada fase berikutnya ia memimpin dari tengah, atau Ing Madyo Mangun Karso. Disini ia bersama-sama dengan tim menggali ide dan mendiskusikan untuk selanjutnya diputuskan bersama. Fase terakhir, ia memimpin dengan mendorong dan memberi semangat dari belakang, atau Tut Wuri Handayani.
Integritas, Profesionalisme dan Entrepreneurship
Integritas, Profesionalisme, dan Entrepreneurship (IPE) merupakan tiga kunci penting bagi Ciputra membangun budaya perusahaannya. IPE Merupakan refleksi hidup Ciputra yang membuat perusahaannya tumbuh pesat dan menjadi pelopor sekaligus pemenang di tengah persaingan.
Ciputra memaparkan integritas merupakan yang pertama. Yang kemudian ditopang dua nilai lainnya: profesionalisme dan entrepreneurship. Baginya integritas adalah ruh. Integritas berkaitan dengan spiritual quotient yaitu bagaimana nilai-nilai spiritual dapat menuntun pada prestasi berkelanjutan. Kejujuran contohnya. Sudah terbukti tanpa kejujuran tidak ada perusahaan yang dapat bertahan. Contoh lainnya adalah komitmen untuk melakukan apa yang sudah diucapkan (walk the talk). "Janji adalah utang yang harus dibayar, itu salah satu praktik integritas yang harus dilakukan dan pelihara," katanya.
Sedangkan profesionalisme direfleksikan sebagai tubuh. Tanpa tubuh yang sehat manusia tidak mungkin berprestasi. Tanpa profesionalisme maka perusahaan tidak mungkin menjadi pemimpin pasar. Bagi Ciputra, profesionalisme juga merupakan intelligent quotient manusia atau kemampuan memecahkan masalah. Sebuah perusahaan dapat beroperasi sehat jika manajemennya memiliki kecakapan dalam memecahkan masalah yang terjadi. "Sebagai contoh profesionalisme adalah pelayanan unggul yang baik kepada pelanggan internal maupun pelanggan eksternal perusahaan. Pelayanan unggul akan membuat pelanggan kembali, bahkan menceritakan kepada pihak lain keunggulan kita," katanya.
Kunci terakhir keberhasilan Ciputra dalam membangun perusahaan adalah entrepreneurship. Ia menyandingkan entrepreneurship dengan emotional quotient, gabungan antara kompetensi pribadi dan kompetensi sosial."Kompetensi personal adalah kemampuan manusia untuk mengelola diri dan inovasi diri sehingga mampu membuat peluang baru. Sedangkan kompetensi sosial adalah kemampuan manusia untuk mengelola relasi secara unggul sehingga terjadi hubungan yang harmonis," katanya.
Ciputra telah membuktikan bahwa IPE telah mengantarkan dirinya serta perusahaan yang dibangunnya kepada keunggulan dan kesuksesan, namun tentunya hal ini tidak diraih dalam waktu singkat melainkan melalui proses panjang dan ujian-ujian. Pertanyaannya bagi kita : Jika kita ingin sukses, mau dan mampukan kita tekuni pekerjaan kita saat ini dengan menerapkan karakter unggul Ir. Ciputra? Jawabannya adalah bisa, jika kita selalu semangat, kerja keras dan pantang menyerah hingga apa yang kita cita-citakan dapat terwujud.