Bai Fangli adalah seorang tukang becak hidup di Tianjin, China. Hidup sebagai tukang becak membuat Bai Fangli harus “mengencangkan ikat pinggang”, tinggal dalam gubuk sederhana, makan seadanya sesuai dengan penghasilan yang didapat. Bahkan, seringkali ia harus mengais makanan dari hasil memulung. Padahal, upah dari menarik becak cukup untuk makan sehari-hari.
Ternyata, Bai Fangli menggunakan hampir semua penghasilannya untuk menyumbang yayasan yatim piatu yang mengasuh 300-an anak tidak mampu. Bai Fangli mulai tersentuh untuk menyumbang yayasan itu ketika usianya menginjak 74 tahun. Saat itu ia tak sengaja melihat seorang anak usia 6 tahunan yang sedang menawarkan jasa untuk membantu ibu-ibu mengangkat belanjaannya di pasar. Usai mengangkat barang belanjaan, ia mendapat upah dari para ibu yang tertolong jasanya. Namun yang membuat Bai Fangli heran, si anak memungut makanan di tempat sampah untuk makannya. Padahal ia bisa membeli makanan yang layak untuk mengisi perutnya. Ketika ia tanya, ternyata si anak tidak mau mengganggu uang hasil jerih payah nya itu untuk membeli makan. Ia gunakan uang itu untuk makanan kedua adiknya yang berusia 3 dan 4 tahun di gubuk dimana mereka tinggal. Mereka hidup bertiga sebagai pemulung dan orangtuanya entah dimana.
Bai Fangli yang berkesempatan mengantar anak itu ke tempat tinggalnya, tersentuh. Setelah itu ia membawa ketiga anak itu ke yayasan yatim piatu dimana ada ratusan anak yang diasuh. Sejak saat itu, Bai Fangli mengikuti cara si anak, tak menggunakan uang hasil mengayuh becaknya untuk kehidupan sehari-hari melainkan disumbangkan untuk yayasan yatim piatu tersebut.
Bai Fangli mulai menyumbang yayasan itu pada tahun 1986. Ia tak pernah menuntut apa-apa dari yayasan tersebut. Ia tak tahu pula siapa saja anak yang mendapatkan manfaat dari uang sumbangannya. Pada saat usianya mencapai 91 tahun, Ia datang ke yayasan itu dengan ringkih. Ia bilang pada pengurus yayasan kalau ia sudah tidak sanggup lagi mengayuh becak karena kesehatannya memburuk. Saat itu ia membawa sumbangan terakhir sebanyak 500 yuan atau setara dengan Rp 675.000,-. Dengan uang sumbangan terakhir itu, total ia sudah menyumbang 350.000 yuan atau setara dengan Rp 472,5 juta. Anaknya, Bai Jin Feng, baru tahu kalau selama ini ayahnya menyumbang ke yayasan tersebut. Tahun 2005, Bai Fangli meninggal setelah terserang penyakit kanker paru- paru (1913-2005).
#Bai Fangli meskipun hidup pas-pasan dan telah berusia tua, tetapi memiliki niat yang luhur dan tulus dalam membantu orang lain, inilah pelajaran yang dapat kita petik dari seorang Bai Fangli, seorang luar biasa. Ia hidup tanpa pamrih dengan menolong anak-anak yang kurang beruntung.